haha69
haha69
haha69
haha69
haha69
haha69
haha69
Pesan Toleransi di Balik Buku "Kristen Muhammadiyah"

Pesan Toleransi di Balik Buku “Kristen Muhammadiyah”

Read Time:4 Minute, 29 Second

Penulis ingin menggambarkan keadaan toleransi dan pendidikan di pelosok Indonesia.

SUKABUMI, Jawa Barat (Antara) – Terbitnya buku Fajr-ul-Haq baru-baru ini berjudul “Kristen Muhammadiyah” menuai perdebatan di dunia digital. Bahkan ada yang menuduh penulisnya sesat.

Tentu saja tuduhan tersebut tidak berpijak pada isi buku itu sendiri. Sebagai sosok yang aktif di Muhammadiyah sejak muda, Fajar melihat kontribusi penting dan unik organisasi ini di wilayah minoritas Muslim.

Misalnya, keberadaan sejumlah perguruan tinggi Muhammadiyah di kawasan timur Indonesia yang mayoritas mahasiswanya adalah non-muslim. Begitu juga klinik atau rumah sakit yang lebih banyak melayani non muslim.

Fenomena tersebut dipotret dan diteliti oleh Fajar, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, pada 1979, yang kemudian diterjemahkan menjadi buku berjudul Kristen Muhammadiyah pada 2009.

Dalam bukunya, Fajr ingin menyampaikan pesan kepada masyarakat tentang praktik-praktik terbaik toleransi yang dikembangkan Muhammadiyah melalui amal-amalnya.

Jadi, istilah Christian Mohammedanism, yang juga terkenal dengan singkatannya christmoha, bukanlah sinkretisme, melainkan hanya sebutan toleransi yang unik. Penegasan itu disampaikan Fajar saat meninjau buku tersebut di Sukabumi.

Namun, istilah-istilah baru – terutama yang berkaitan dengan agama – terkadang disalahpahami sebagai akibat dari yang bersangkutan tidak menerima informasi yang lengkap tentang istilah, konsep atau gagasan tertentu.

Begitu juga dengan istilah Krismuha. Pasalnya, mungkin banyak yang belum membaca buku yang edisi pertamanya terbit 14 tahun lalu itu.

Oleh karena itu, buku-buku Kristen Muhammadiyah menjadi topik utama atau trending topik di berbagai media sosial, TikTok dan Twitter.

Berbagai kritik, kekafiran bahkan hinaan dilontarkan kepada Fajr Reza ul Haq. Ada netizen yang menilai buku tersebut mengajarkan aliran sesat baru.

Bahkan tidak sedikit netizen yang menuding kitab tersebut sinkretis atau campuran unsur dan keyakinan yang saling bertentangan yang dibuat oleh kelompok sesat.

Orang lain di Internet, terutama yang volumenya pendek – ketika buku itu dicetak ulang dan diedarkan di pasaran – langsung memberikan komentar miring tentang buku tersebut.

Penghujat bisa saja membaca alamatnya. Tanpa membaca isinya, orang akan dengan mudah memaknainya secara berbeda-beda, jauh dari isi tulisan dan pesan toleransi yang ingin disampaikan oleh penulis.

Mengingat pentingnya dan relevansi buku yang mengulas data dan fakta tentang toleransi antarumat beragama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebelumnya telah melakukan bedah buku Krismoha.

diterima

Buku ini tidak menemukan ajaran agama yang menyimpang atau sinkretis. Penulis lebih banyak bercerita tentang keadaan dunia pendidikan di daerah perbatasan, terpencil dan tertinggal (3-T) seperti beberapa daerah di Indonesia timur.

Fajer Reza-ul-Haq menceritakan pengalamannya datang langsung ke beberapa area 3D untuk mengetahui keadaan dunia pendidikan.

Kehadiran lembaga pendidikan Islam di wilayah minoritas Muslim ternyata sangat membantu penduduk untuk mendapatkan pendidikan di tengah pembatasan sekolah.

Dalam buku ini, penulis menceritakan jumlah non-Muslim yang bersekolah di sekolah-sekolah Islam. Bahkan, banyak lulusan yang menjadi pejabat daerah. Umat ​​Kristen dan Katolik yang belajar di lembaga pendidikan Islam mengaku bangga menjadi bagian dari organisasi yang didirikan oleh Ahmed Dahlan itu.

Buku Kristen Muhammadan pertama kali diterbitkan pada tahun 2009 setelah penulis melakukan penelitian selama satu tahun (2008) tentang keadaan pendidikan di wilayah 3-T.

Namun saat itu, dunia media sosial belum sebesar sekarang. Akses internet masih terbatas, sehingga ketika pertama kali diterbitkan, buku ini tidak menimbulkan kontroversi seperti sekarang.

Di kalangan internal Muhammadiyah, istilah chrismoha sudah ada sejak lama mengacu pada makna yang disampaikan oleh Fajr-e-Rida-ul-Haq.

Fajr mengaku saat itu bukunya hanya beredar di kalangan tertentu.

Berbeda dengan keadaan saat ini dimana media sosial menyentuh hampir semua orang dan internet mudah diakses. Maka, ketika buku itu kembali dicetak untuk kedua kalinya pada Mei 2023, istilah Kristen Muhammadanisme langsung menjadi perbincangan hangat di media sosial.

Namun, Fajr menganggap prevalensi buku itu sebagai kelebihannya. Selain dari segi kebangsawanan, masyarakat yang penasaran dengan istilah Krismuha membeli buku dan akhirnya membacanya untuk mengetahui maksud dan tujuan penulisan buku tersebut.

Sesuai dengan tema buku Mengelola Pluralisme Agama dalam Pendidikan, tujuan penulis menerbitkan kembali buku tersebut adalah untuk menggambarkan toleransi dan situasi pendidikan di pelosok Indonesia.

Selain itu, buku ini menggambarkan interaksi yang harmonis antara siswa Muslim, Kristen, dan Katolik yang bersekolah di lembaga pendidikan Islam. Para siswa sama sekali tidak menunjukkan identitas keagamaan mereka. Yang terjadi adalah saling menghargai dan rasa toleransi yang kuat.

Penulis ingin meningkatkan dan memasyarakatkan praktek toleransi khususnya kepada generasi penerus bangsa akan pentingnya toleransi di negara multikultural seperti Indonesia.

Buku ini juga ingin menunjukkan bahwa kehadiran Muhammadiyah di tengah masyarakat minoritas muslim sangat disambut bahkan membantu peningkatan kualitas pendidikan, khususnya di tri daerah.

Fajr menyayangkan masih ada segelintir orang yang menggunakan bukunya sebagai “spanduk” untuk menyerang Muhammadiyah, meski memastikan yang bersangkutan tidak pernah membaca isinya.

Indonesia memang merupakan salah satu negara dengan minat baca yang rendah di kalangan masyarakatnya. Berani menilai sebelum memahami, mencerminkan rendahnya tingkat literasi.

Mirisnya, beberapa netizen mudah terprovokasi dengan membaca judul bukunya saja, dan berani berkomentar negatif bahkan menghina sebelum membaca isi buku tersebut.

Masalah ini menjadi perhatian setiap orang sehingga tidak terbiasa melihat buku kecuali dari sampulnya, karena yang terpenting dalam buku adalah isinya.

Meskipun penulis sempat mendapat hujatan dari segelintir orang yang tidak berpendidikan, hal tersebut tidak menyurutkan niatnya untuk membantu anak-anak kurang mampu agar mereka dapat mengenyam pendidikan.

Selain mendapat tanggapan kurang bersahabat, keberadaan buku ini juga diapresiasi oleh para pemuka agama Kristen. Beberapa telah menggunakan buku tersebut sebagai referensi untuk belajar tentang toleransi, terutama dalam menanamkan semangat toleransi di kalangan generasi mendatang.

Dari desas-desus komentar tentang buku itu, kita diingatkan akan pepatah “jangan menilai buku dari sampulnya”.

Editor: Ahmad Zainal M

Editor: Ahmad Zainal M
Hak Cipta © Bean 2023

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Minggu, ada dua lokasi kartu SIM seluler di Jakarta Previous post Minggu, ada dua lokasi kartu SIM seluler di Jakarta
China mempermudah pembelian mobil listrik untuk masyarakat pedesaan Next post China mempermudah pembelian mobil listrik untuk masyarakat pedesaan