
Menelusuri jejak Sultan Sayaq dan istananya
Sultan memilih untuk bergabung dengan Indonesia dan menyerahkan warisan dan kekayaannya.
Siak, Riau, (Antara) – Setibanya di Tanah Melayu, pasangan pantun disambut setibanya di Bandara Sultan Syarif Qasim II, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Saat keluar dari pesawat melalui Garbarata, pikiran juga bertanya siapa nomor yang membentuk nama bandara tersebut.
Memasuki terminal bandara, pantun masih mengiringi perjalanan. Begitu keluar dari terminal bandara, grafiti Sultan Syarif Kasim II kembali muncul. Ternyata Sultan adalah bupati terakhir dari kerajaan Siak Sri Indirapura yang berjaya pada masanya.
Sehingga saya tidak sabar untuk melihat peninggalan Sultan berupa istananya yang termasyhur. Dengan kendaraan roda empat, dibutuhkan waktu sekitar dua jam untuk mencapai Istana Asriyet Al-Hasimia yang saat ini berada di wilayah administratif Kabupaten Siak.
Sebelum kesana, mata Anda akan terlebih dahulu menatap kiprah ibu kota Bumi Lancang Kuning, Pekanbaru, kota penyihir. Inilah tulisan besar yang akan terlihat setelah keluar dari gerbang bandara kemudian memasuki Jalan Sudirman Kota Pekanbaru.
Perjalanan disertai jalan beraspal, kendaraan yang melintas, jembatan, dan gedung-gedung tinggi menghadap ke muka kota yang melambangkan denyut nadi perekonomian. Sampai di ujung Jalan Sudirman, Anda akan menyentuh ujung Jembatan Siak IV atau Jembatan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah.
Nama ini juga merupakan sultan keempat kerajaan Siak Sri Indirapura yang memindahkan pusat kerajaannya ke Pekanbaru sekaligus mulai mendirikan ibu kota Provinsi Riau. Jembatan mengesankan ini melintasi Sungai Siak yang disebut-sebut sebagai yang terdalam di Indonesia.
Dulunya merupakan jalan internasional untuk transportasi dan sampai sekarang masih menjadi jalan untuk mengangkut barang, kayu akasia dan cangkang sawit. Di jembatan, kabel besi kuning terbentang dari atas tumpukan di tengah ke setiap ujungnya.
Di seberang jembatan, wahana memasuki kota Mumbai, pusat perkantoran perusahaan perminyakan yang kini dikelola Pertamina Hollow Rokan. Lalu masuk ke Jalan Pramuka menuju Kabupaten Siak melewati danau buatan, salah satu tempat wisata kota.
Di pinggir jalan, Anda akan melihat warga menjual ikan lucan dari Sungai Siak. Bisa didapatkan dengan harga Rp 10-15 ribu per kg. Jika beruntung, Anda bisa mendapatkan 2 kg dengan harga ini.
Desa Okura menjadi kecamatan terakhir di Pekanbaru yang masuk ke Kabupaten Siak. Kawasan pertama melalui jalur yang disebut Jalan PT Surya Inti Raya (SIR) karena jalan tersebut berada di tengah perkebunan kelapa sawit perusahaan.
Sepanjang 25 kilometer di sepanjang jalan, hanya pohon palem yang terlihat di kedua sisinya. Namun, jalan mulus dan baru dibuka ini membuat perjalanan menjadi nyaman.
Kemudian lanjutkan perjalanan, belok kanan dan Anda akan menemukan jembatan lain yang sering disebut Jembatan Meridan atau Jembatan Sultan Syarif Hasyim Sultan Sayak ke-11. Masih jembatan di atas sungai Siak dimana anda bisa melihat pemandangan sungai dan juga sedikit hijaunya hutan yang bercampur dengan pohon kelapa.
Lurus, belok kiri lalu belok kanan, Anda juga akan melihat jalan lurus dengan pipa besar di sebelah kanan. Pipa berdiameter sekitar 50 cm itu mengangkut sekitar 8.000 barel minyak per hari dari ladang minyak Zumrud yang saat ini dioperasikan oleh PT Bumi Siak Pusako.
Di sisi jalan ini, Anda juga akan menjumpai reruntuhan Melayu lainnya, seperti makam Putri Kaka Mayang. Ia merupakan putri Kerajaan Ghazeb yang konon sudah ada sebelum Kerajaan Siak.
Sesampainya di Simpang Empat, belok kiri, lurus dan belok kanan lagi lurus. Setelah itu, belok kiri untuk melintasi jembatan lagi bernama Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah. Nama ini adalah permaisuri Sultan Syarif Qasim II, sultan terakhir kerajaan Siak Sri Indirapura.
Selanjutnya, kami sampai di kota Siak Sri Inderapura, lambang kejayaan Melayu. Maka tak indah rasanya jika tidak mengunjungi Istana Siak yang bernama Istana Al-Hasimiye yang dibangun pada tahun 1898 oleh Sultan Syarif Hasyim, Sultan ke-11 Kerajaan Siak Sri Indirapura dengan campuran bahasa Arab, Eropa dan Arab. arsitektur Melayu.
Kapal Kato peninggalan Sultan Siak ini menggunakan bahan bakar panas. (ANTARA/Bayu Agustari Adha)
Cukup merogoh kocek 10 ribu rupiah, Anda sudah bisa menyelami khazanah Kesultanan Melayu. Masuk dengan sistem barcode, pekarangan Istana Siak seluas 2 hektar sudah bisa dijelajahi.
Pertama, Anda bisa melihat diorama atau patung sejumlah orang berbusana kemegahan Melayu. Sultan duduk di kursi raja, berdialog dengan sejumlah penasehatnya. Setelah itu, Anda akan menangani barang-barang peninggalan Sultan.
Ada hadiah lukisan dari Ratu Wilhelmina dari Belanda. Keramik perak, peralatan indah, dan meja makan cermin Permaisuri, yang konon terlihat lebih muda jika bercermin. Jangan lupa ada benda paling purba di sini yaitu komet.
“Halo,” kata pemandu istana, “ini adalah kesenangan bersalah yang hanya ada dua di dunia. Yang pertama di Jerman dan yang kedua di sini.”
Tak hanya keindahan, ansambel keraton juga menyuguhkan pemujaan patriotik seperti meriam berbagai ukuran dan singgasana Sultan. Juga, jangan lupakan foto-foto lama Sultan Syarif Hasyim dan Sultan Syarif Kasim II.
Di sekitar istana ada bangunan lain, Istana Al-Fath, tempat tidur Sultan dan istrinya. Didirikan pada tahun 1915, ditemukan beberapa bahan bangunan yang didatangkan dari Eropa, misalnya engsel pintu buatan tahun 1902 di Belgia.
Terdapat enam ruangan yang terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, diorama, kamar tidur utama, ruang makan keluarga dan ruang partisi. Yang menarik disini juga bisa dilihat tempat tidur Sultan Syarif Kasim II.
Selain itu, di sekitar keraton juga terdapat cato, kapal keliling milik Sultan pada masa lalu. Ini adalah kapal penumpang berbahan bakar batu bara dengan panjang 15 meter dan bobot 12 ton.
Inilah suasana di distrik Qasr Siak. Di sekitarnya masih terdapat tempat-tempat bersejarah dan objek wisata lain yang dibuat oleh pemerintah Kabupaten Siak. Tempat bersejarah lainnya di sebelah kiri Keraton Siak adalah Al-Kitab, sebuah madrasah bentukan Sultan untuk pendidikan agama Islam.
Di depan Qasr al-Sayyak terdapat alun-alun yang sering digunakan untuk kegiatan pemerintahan dan keagamaan tertentu. Al-Fedri, wali Siak, mengatakan saat ini sedang memotong rumput dan menyerap air agar cepat kering saat hujan.
Kemudian pemerintah setempat memasang pagar dan mengisi pinggirannya dengan kursi dan lampu agar terlihat indah di malam hari.
Di depannya sebenarnya ada kota tepi laut bernama Tepian Sungai Jantan. Kelihatannya seperti alun-alun besar tetapi terletak di tepi Sungai Siak. Jika Anda menyisir langkan paling kiri di depan Anda, ada Kuil Hock Sou Kiong. Di paling kanan juga terdapat Masjid Shihabuddin, dan di sebelahnya terdapat makam Sultan Syarif Qasim II, seorang pahlawan nasional.
Di seberang jalan juga terdapat banyak tempat menarik di kawasan bernama Mempura. Ada benda-benda sejarah budaya, kolonial dan sejarah yang dibuat oleh pemerintah Kabupaten Siak.
Dimulai dari rumah Datuk Besir, salah satu patriark yang melantik raja pertama Siak, Raja Kjek. Di sana juga bersemayam Sultan Siak II, Tengku Bawang Asmara bergelar Sultan Abdul Jalil Muzaffarisiyya.
Kemudian ada juga bangunan kolonial Belanda Tangsi serta bangunan Cotroleur dan Landlaard. Pemerintah Kabupaten Siak baru-baru ini membangun promenade di sisi Sungai Siak yang dapat dilintasi pejalan kaki, yang pada malam hari disajikan dengan lampu menari yang mengesankan dan mengesankan.
Masih banyak situs budaya lain yang bisa dijelajahi di Siak seperti Pemakaman Koto Tinggi yang berisi makam sejumlah Sultan Siak dan para pejabatnya. Jika sempat, Anda juga bisa melihat makam penguasa pertama Kerajaan Siak, Raja Kjik yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmdasiyyah I di Pawantan, jaraknya puluhan kilometer dari Keraton Siak.
Kehadiran situs-situs sejarah dan budaya ini menandakan munculnya peradaban Melayu. Kerajaan Siak masih menunjukkan coraknya pada masa penjajahan Belanda.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Sultan memilih untuk bergabung dengan Indonesia dan
Menyerahkan warisan dan hartanya.
Editor: Ahmad Zainal M
Hak Cipta © Bean 2023