haha69
haha69
haha69
haha69
haha69
haha69
haha69
Mahkamah Konstitusi mengatakan membubarkan partai politik dan membiarkan kebijakan fiskal memiliki efek jera

Mahkamah Konstitusi mengatakan membubarkan partai politik dan membiarkan kebijakan fiskal memiliki efek jera

Read Time:2 Minute, 8 Second

Jakarta (Antara) – Mahkamah Konstitusi menilai partai politik yang terbukti membiarkan praktik politik uang berkembang dapat dijadikan dalih oleh pemerintah untuk mengajukan pembubaran partai politik yang bersangkutan sebagai efek jera.

“Bahkan demi efek jera, partai politik yang terbukti membiarkan berkembangnya praktik kebijakan fiskal dapat dijadikan dalih oleh pemerintah untuk mengajukan pembubaran partai politik yang bersangkutan,” kata dia. wakil ketua pengadilan. Hakim Konstitusi Saldi Esra dalam sidang pembacaan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat, Kamis.

Pernyataan tersebut menjadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi ketika menanggapi dalil pemohon bahwa sistem pemilu proporsional terbuka berpotensi menimbulkan kebijakan fiskal.

Saldi Esra menegaskan, praktik kebijakan fiskal sangat mungkin terjadi di semua sistem pemilu. Langkah menciptakan efek jera merupakan langkah konkrit yang dapat dilakukan untuk mengurangi praktik politik uang.

Langkah lainnya, parpol dan caleg DPRK/DPR harus membenahi dan meningkatkan komitmennya untuk menjauhi praktik politik uang dan tidak menggunakannya dalam setiap tahapan pemilu.

Baca juga: Mahkamah Konstitusi meminta anggota parlemen tidak terlalu banyak mengubah sistem pemilihan umum

Selain itu, Saldi Israa juga melihat pentingnya kesadaran dan pendidikan politik masyarakat untuk tidak menerima dan mentolerir praktik politik fiskal.

“Karena jelas merusak prinsip pemilu yang demokratis,” kata Saldi.

Ia menambahkan, penyadaran masyarakat bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan negara, serta penyelenggara pemilu.

Tapi itu juga tanggung jawab bersama partai politik, masyarakat sipil dan pemilih.

“Situasi ini sebenarnya merupakan penegasan kepada pengadilan bahwa praktik kebijakan fiskal sama sekali tidak dapat dibenarkan,” kata Saldi Esraa.

Baca juga: Mahkamah Konstitusi memutuskan sistem pemilu tetap terbuka

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi telah menerima permohonan pengujian Pasal 168 Ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor pendaftaran perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.

Enam orang yang menjadi pemohon adalah Dimas Bryan Wikaksuno (Pemohon I), Yuwono Bintadi (Pemohon II), Fahrrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Rianto (Pemohon V) dan Nono Marigono (Pemohon VI).

Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik di DRC yakni Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yaitu PDI Perjuangan.

Mahkamah Konstitusi juga menyatakan menolak permohonan para pemohon, dan sistem pemilu proporsional terbuka tetap berlaku.

“Permohonan yang diajukan para Pemohon ditolak seluruhnya,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Osman saat membacakan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta Pusat.

Baca juga: Puan: DPR Siap Jalankan Putusan MK soal Sistem Pemilu
Baca juga: Pimpinan Dewan Syura Revolusi sedang mengevaluasi putusan Mahkamah Konstitusi soal sistem pemilu yang sesuai dengan aspirasi
Baca juga: Jokowi menegaskan proporsionalitas terbuka memiliki kelebihan dan kekurangan

Pemberita: Putu Indah Savitri
Editor: Dedic Cuspiantoro
Hak Cipta © Bean 2023

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Dua ASN MA, terdakwa suap hakim agung divonis 8 dan 4 tahun penjara Next post Dua ASN MA, terdakwa suap hakim agung divonis 8 dan 4 tahun penjara