
Kepala Perpustakaan UIN memberikan penyuluhan kesehatan jiwa di perpustakaan
Jakarta (Antara) –
Kepala Perpustakaan Universitas Islam Negeri Salatiga Jawa Tengah Wije Suarno memberikan nasehat bagaimana menjaga kesehatan jiwa di perpustakaan.
“Konteks mental yang sehat rasanya enak, jika perpustakaan berhasil menyatukan jiwa pustakawan dan pengguna (pengunjung), maka kesehatan mental dapat terbangun,” ujar Wege dalam diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Ditegaskannya bahwa kunci kemampuan untuk mengembangkan kesehatan mental di perpustakaan terletak pada hubungan yang baik antara pustakawan dan pemustaka, untuk menciptakan keterkaitan antara keduanya hingga tercapai keharmonisan.
“Ketika merasa nyaman, baik pustakawan maupun pengguna akan lebih kreatif, produktif, adaptif, bahkan kontributor,” ujarnya.
Untuk itu, beliau menekankan pentingnya kolaborasi antara empat pilar yaitu perpustakaan, pustakawan, pengguna, dan perpustakaan.
Pertama, perpustakaan harus terlihat semenarik mungkin.
“Bagi pengunjung itu tidak menarik, begitu masuk akan tidak nyaman, sehingga perlu penataan yang baik. Kalau penataannya berantakan, sulit mencari buku. Tentu tidak akan nyaman bagi pustakawan dan pemustaka,” kata Weige.
Baca juga: Profesi pustakawan penting di era digital
Kedua, peran penting pustakawan adalah mempertahankan penampilan utamanya dan memposisikan diri sebagai mitra bagi pengguna.
Dikatakannya, “Oleh karena itu, pustakawan juga harus memperhatikan penampilan, misalnya ketika masuk perpustakaan ia bertemu dengan pustakawan yang anggun dan wangi, maka pemustaka pasti senang, dan ini akan mempengaruhi kesehatan mentalnya.”
Ia menambahkan, “Seandainya bisa, senyum juga menjadi pakaian sehari-hari seorang pustakawan. Pustakawan sering dipandang sebagai petugas yang tidak ramah. Paradigma ini perlu diubah, karena hal ini sangat mempengaruhi psikologi pemustaka.”
Dia mengatakan bahwa semua pengguna yang hadir pasti membutuhkan bantuan.
“Yang perlu dipahami pustakawan,” ujarnya, “masih banyak yang merasa sebagai pelayan, dan harus diasingkan, dijadikan rekan atau sahabat pustakawan, diajak berdiskusi, diapresiasi kehadirannya.”
Ketiga, keberadaan pengguna yang mempengaruhi suasana perpustakaan.
“Ada juga pemustaka yang datang begitu saja tanpa menyapa pustakawan. Misalnya berisik sehingga dapat mengganggu orang lain. Hal ini harus dihindari. Kalau bisa, jalin kontak dengan pustakawan agar kita bisa mendapatkan informasi yang kita inginkan. Beliau juga bisa membuat kita merasa “nyaman satu sama lain.”
Keempat, perpustakaan, yaitu koleksi yang ada di perpustakaan.
“Perpustakaan bukan hanya buku, sekarang konteksnya semua jenis pengetahuan bisa dikelola oleh perpustakaan sebagai koleksi perpustakaan. Inti dari layanan perpustakaan adalah pengetahuan dan konten, jadi pustakawan harus menguasai bagaimana menyampaikan konten kepada pemustaka,” ujarnya. .
Dikatakannya, fungsi rekreasi perpustakaan juga penting.
“Perpustakaan melihat Dewi Saraswati yang memegang kecapi di tangannya sebagai simbol keharmonisan atau pemulihan,” katanya.
Menurut Wiji, hiburan sebagai bagian dari perpustakaan dapat membentuk jiwa seseorang menjadi tenang dan rileks.
Pemberita: Lintang Bodianti Parameswari
Editor: Triono Subagyo
Hak Cipta © Bean 2023