haha69
haha69
haha69
haha69
haha69
haha69
haha69
Haji dan perubahan iklim adalah aspek lain yang perlu mendapat perhatian

Haji dan perubahan iklim adalah aspek lain yang perlu mendapat perhatian

Read Time:5 Minute, 17 Second

Bagi Menteri Agama Yaqut Shaleel Qemas, pelayanan prima kepada jemaah haji adalah kalimat mutlak….

Jakarta (Antara) – Kementerian Agama terus meningkatkan penyelenggaraan haji dari tahun ke tahun, untuk memberikan pelayanan prima kepada jemaah haji.

Pada tahun 2022, berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Kepuasan Jamaah Haji Indonesia (IKJHI) mencapai 90,45 atau kategori sangat memuaskan. Pencapaian ini merupakan yang tertinggi dari 11 kali BPS melakukan survei IKJHI sejak tahun 2010.

Pencapaian tersebut tidak menyurutkan semangat Kementerian Agama untuk terus memberikan kinerja terbaik dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun berikutnya, tepatnya 1444/2023 H.

Untuk melaksanakan komitmen tersebut, Menag dalam kapasitasnya sebagai Amir Haji telah mengerahkan seluruh peralatan, SDM, dan anggaran yang tersedia, untuk memastikan musim haji 2023 berjalan dengan baik.

Bagi Menag Yaqut Shaleel Qamas, pelayanan prima kepada jemaah haji merupakan kebutuhan mutlak, karena itu Menag tanpa lelah langsung melihat detail faktual di lapangan.

Namun, mengelola ratusan ribu calon haji di Indonesia di antara dua juta jemaah haji dunia tahun ini tidaklah mudah.

Masalah akomodasi, transportasi, komunikasi, pelayanan kesehatan, fasilitas mandi, kecukupan air, dan lain-lain seringkali tidak terduga pada situasi tertentu, terutama pada saat puncak ibadah haji di Armozna atau Armina (Arafah, Muzdalifah dan Mina).

Luasnya sekitar 52 kilometer persegi di Armozna, saat puncak ziarah, luas setiap peziarah hanya 0,8 meter, lebih kecil dari ukuran makam.

Dalam intensitas seperti ini, ditambah suhu tinggi berkisar 37-43°C bahkan mencapai 53°C pada tanggal haji, kondisi fisik dan psikis jamaah sangat memprihatinkan.

Setiap kesalahan harus dicegah dalam keadaan ini. Karena itu Menteri Agama Yaqut Sholi Qamas memprotes keras para pegawai Mashareq (perusahaan penyedia layanan haji penuh ke Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Thailand) yang tidak memenuhi standar pelayanan yang telah ditetapkan.

Memang, Menag dengan tegas menolak memberikan kompensasi kepada Mashareq atas kelalaiannya jika terjadi keterlambatan penyaluran konsumsi, transportasi, dan sejumlah fasilitas penampungan di Armozna.

Persiapan dan langkah preventif yang dilaksanakan dengan baik dan terukur belum dilaksanakan secara maksimal oleh Mashareq.

Secara umum, satu atau dua kasus semacam ini tidak bisa dihindari tidak hanya oleh jemaah haji Indonesia tetapi juga oleh berbagai negara.

Menteri Agama sangat berpengetahuan dan detail dalam mencegah situasi yang tidak diinginkan.

Sebagai negara pengirim jemaah haji terbesar di dunia, Indonesia telah melakukan langkah-langkah optimal mulai dari masa persiapan, pelaksanaan, dan pascapelaksanaan yang dilanjutkan dengan evaluasi secara menyeluruh untuk perbaikan penyelenggaraan musim haji di tahun berikutnya.

Baca juga: Kementerian Agama berencana menggunakan kecerdasan buatan untuk verifikasi dokumen calon haji 2024

Pandemi covid-19

Dunia Islam patut bersyukur bencana besar haji tidak terjadi dalam waktu yang lama (seperti tragedi Terowongan Mina Al-Musaysim pada tahun 1990 dan tragedi jatuhnya crane yang menewaskan sejumlah jemaah haji di 2015) berkat kerja keras yang terus menerus dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi dalam meningkatkan infrastruktur, tata kelola dan pengelolaan haji serta kerjasama yang komprehensif dengan negara-negara pengirim jemaah haji.

Apalagi, saat pandemi COVID-19 melanda dunia, berkat banyaknya informasi ilmiah tentang penularan dan bahaya virus ini, Arab Saudi menangguhkan haji dan umrah dari dunia luar.

Masyarakat semakin menyadari bahwa ibadah haji bukan hanya sekedar acara keagamaan yang benar-benar aman dari kendala baik teknis maupun non teknis, maupun bencana alam dan non alam seperti yang diyakini banyak orang.

Mengklasifikasikan jemaah haji sebagai tamu Allah tidak serta merta menghentikan upaya nyata banyak pihak, termasuk pemerintah Arab Saudi dan pemerintah yang mengirimkan jemaah haji untuk memberikan pelayanan haji yang terukur dan terkendali berdasarkan pengetahuan, bukan takdir. .

Pemerintah Arab Saudi sendiri telah melakukan berbagai transformasi infrastruktur haji, peningkatan keamanan, fasilitas kesehatan, dan lain-lain.

Semua ini untuk memastikan ibadah haji lebih nyaman dan berkualitas.

Visi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) untuk tahun 2030 adalah mengurangi ketergantungan negara pada pendapatan minyak, dan mendorong perbaikan di sektor pariwisata termasuk haji yang merupakan sumber devisa negara terbesar kedua setelah minyak.

Visi 2030 dari Mohammed bin Salman menunjukkan visi jauh yang memikirkan kelangsungan hidup bangsa setelah minyak.

Menarik bahwa Visi 2030 Mohammed bin Salman telah mempertimbangkan kelangsungan hidup negaranya di tengah ancaman krisis energi, krisis lingkungan, dan perubahan iklim.

Visi Mohammed bin Salman adalah melihat dunia berbagi dampak perubahan iklim terhadap kelangsungan hidup bangsa.

Dari segi agama, Arab Saudi yang di dalamnya terdapat dua kota suci, Mekkah dan Madinah, sangat penting bagi dunia Islam.

Acara Tahunan, Ritual Haji Jutaan Muslim pergi ke dua kota ini untuk menunaikan ibadah haji yang ditentukan oleh Al-Qur’an.

Tidak ada ruang untuk penalaran ilmiah, misalnya meniru Ka’bah di kota atau negara lain. Atau jadikan musim haji lebih dari satu kali dalam setahun.

Inilah mengapa ibadah haji yang paling kompleks dan penuh dengan etnis selalu dihadapkan pada tantangan dan masalah oleh Arab Saudi sendiri dan negara pengirim, terutama Indonesia yang memiliki jumlah jamaah terbesar di dunia.

Saya membayangkan, menurut retorika para pakar perubahan iklim, jika di masa mendatang terjadi peningkatan suhu global sebesar 1-2 derajat Celcius, nasib penyelenggaraan haji akan semakin kompleks dan rumit.

Mengapa? Pemanasan global sebesar 1-2°C berarti akan menaikkan suhu di Arab Saudi, India, dan tempat lain menjadi sekitar 70°C.

Sungai-sungai mengering di sepanjang ekuator, dan negara-negara kepulauan tenggelam akibat mencairnya es di Kutub Utara dan Selatan.

Dalam konteks ziarah yang sering dikaitkan dengan teologi dan kepercayaan, jamaah akan terus diberangkatkan tanpa mempedulikan dampak panas yang tinggi ini.

Sangat mungkin 2 juta jemaah haji akan terpanggang hingga mati (mirip pembantaian) atau Arab Saudi harus menyediakan mesin pendingin dan air yang sangat mahal untuk melindungi tamu-tamu Tuhan.

Panas global akibat perubahan iklim adalah nyata dan ilmiah. Tanda-tanda sudah mulai terlihat, mulai dari semrawut, sering gagal panen, hujan asam di sejumlah daerah, naiknya permukaan air laut, munculnya berbagai jenis mikroba, dan lain-lain.

Pandemi COVID-19 sepanjang periode 2019-2022 telah menyadarkan kita semua akan ganasnya serangan pandemi yang melumpuhkan seluruh aspek kehidupan.

Muslim kontemporer melihat haji ditutup hanya 3 tahun karena pandemi ini. Ketika pandemi COVID-19 menutup ibadah haji dan salat di masjid atau tempat ibadah menghalangi pelaksanaan salat atau salat, sebagian umat beragama protes dan menilai pemerintah tidak percaya dengan perlindungan Tuhan.

Argumen di atas mengingatkan kita bahwa dalam ibadah, meskipun diperintahkan oleh Allah, seperti haji, pada dasarnya tidak aman dan bebas dari rintangan, baik yang ringan maupun yang berat.

Upaya terencana dan ilmiah mutlak diperlukan untuk memastikan implementasi di lapangan. Selain itu, doa dibacakan setelah semua upaya dilakukan.

* Penulis adalah konsultan UIN Raden Mas Said Surakarta dan penulis buku “Al-Qur’an dan Pelestarian Lingkungan”.

Hak Cipta © Bean 2023

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Toyota menyiapkan kejutan di GIIAS 2023 Agustus mendatang Previous post Toyota menyiapkan kejutan di GIIAS 2023 Agustus mendatang
Billie Eilish merilis soundtrack untuk "Barbie" Next post Billie Eilish merilis soundtrack untuk “Barbie”